BAB I
PENDAHULUAN
Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu
bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak1[1]
.Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang mengeri benar akan kebiasaan
perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata taat kepada Allah dan
tunduk kepada-Nya. Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak maka
dalam bertingkah laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani,
pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu
kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian.
Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah
fundamental dalam Islam. Namun sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam
hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu
memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memahami akhlak dan menghasilkan
kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu selalu diulang – ulang dengan
kecenderungan hati (sadar)2[2]
.Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani,
pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu
kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua
yang telah dilakukan itu akan melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam
diri manusia itu sendiri sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang
baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna,
mana yang cantik dan mana yang buruk. Di dalam The Encyclopaedia of Islam yang
dikutip oleh Asmaran dirumuskan: It is the science of virtues and the way how
to acquire then, of vices and the way how to quard against then, bahwa ilmu akhlak
adalah ilmu tentang kebaikan dan cara mengikutinya, tentang kejahatan dan cara
untuk menghindarinya.[3]
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak
Pengertian Akhlak Secara Etimologi, perkataan
"akhlak" berasal dari bahasa Arab jama' dari bentuk mufradnya
"Khuluqun" yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai,
tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuain
dengan perkataan "khalkun" yang berarti kejadian, serta erat hubungan
" Khaliq" yang berarti Pencipta dan "Makhluk" yang berarti
yang diciptakan.[4]
Baik
kata akhlaq atau khuluq kedua-duanya dapat dijumpai di dalam al Qur'an, sebagai
berikut:
و إنّك لعلى خلق عظيم
Yang
Artinya :
“Dan
sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang Agung.” (Q.S.
Al-Qalam, 68:4).[5]
Sedangkan
menurut pendekatan secara terminologi, berikut ini beberapa pakar mengemukakan
pengertian akhlak sebagai berikut:
1.
Ibn
Miskawaih
Akhlak
adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan
tanpa melalui pertimbangan pikiran lebih dahulu.[6]
2. Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam
jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa
perlu kepada pikiran dan pertimbanagan. Jika sikap itu yang darinya lahir
perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara', maka ia
disebut akhlak yang baik. Dan jika lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap
tersebut disebut akhlak yang buruk.[7]
3. Prof.
Dr. Ahmad Amin
Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut
akhlak ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya, kehendak itu bila membiasakan
sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak.
Menurutnya kehendak ialah ketentuan dari
beberapa keinginan manusia setelah imbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan
yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya, Masing-masing dari kehendak dan
kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kekuatan itu menimbulkan
kekuatan yang lebih besar. Kekuatan besar inilah yang bernama akhlak.[8]
Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa
seluruh definisi akhlak sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling
bertentangan, melainkan saling melengkapi, yaitu sifat yang tertanam kuat dalam
jiwa yang nampak dalam perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran lagi dan sudah menjadi kebiasaan.
Jika dikaitkan dengan kata Islami, maka akan
berbentuk akhlak Islami, secara sederhana akhlak Islami diartikan sebagai
akhlak yang berdasarkan ajaran Islam atau akhlak yang bersifat Islami. Akhlak
Islami adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah, disengaja, mendarah daging
dan sebernya berdasarkan pada ajaran Islam. Dilihat dari segi sifatnya yang
universal, maka akhlak Islami juga bersifat universal.[9]
Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa dalam menjabarkan akhlak universal diperlukan bantuan pemikiran akal
manusia dan kesempatan social yang terkandung dalam ajaran etika dan moral.
Menghormati kedua orang tua misalnya adalah akhlak yang bersifat mutlak dan
universal. Sedangkan bagaimana bentuk dan cara menghormati oarng tua itu dapat
dimanifestasikan oleh hasil pemikiran manusia.
Jadi, akhlak islam bersifat mengarahkan,
membimbing, mendorong, membangun peradaban manusia dan mengobati bagi penyakit
social dari jiwa dan mental, serta tujuan berakhlak yang baik untuk mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Dengan demikian akhlak Islami itu jauh lebih
sempurna dibandingkan dengan akhlak lainnya. Jika akhlak lainnya hanya
berbicara tentang hubungan dengan manusia, maka akhlak Islami berbicara pula
tentang cara berhubungan dengan binatang, tumbuh-tumbuhan, air, udara dan lain
sebagainya. Dengan cara demikian, masing masing makhluk merasakan fungsi dan
eksistensinya di dunia ini.
B.
Sumber
dan Macam-macam Akhlak
1.
Sumber Akhlak
Persoalan "akhlak" didalam Islam
banyak dibicarakan dan dimuat dalam al- Hadits sumber tersebut merupakan
batasan-batasan dalam tindakan sehari-hari bagi manusia ada yang menjelaskan
arti baik dan buruk. Memberi informasi kepada umat, apa yang mestinya harus diperbuat
dan bagaimana harus bertindak. Sehingga dengan mudah dapat diketahui, apakah
perbuatan itu terpuji atau tercela, benar atau salah.
Kita
telah mengetahui bahwa akhlak Islam adalah merupakan sistem moral atau akhlak
yang berdasarkan Islam, yakni bertititk tolak dari aqidah yang diwahyukan Allah
kepada Nabi atau Rasul-Nya yang kemudian agar disampaikan kepada umatnya.
Akhlak Islam, karena merupakan sistem akhlak
yang berdasarkan kepada kepercayaan kepada Tuhan, maka tentunya sesuai pula
dengan dasar dari pada agama itu sendiri. Dengan demikian, dasar atau sumber
pokok daripada akhlak adalah al-Qur'an dan al-Hadits yang merupakan sumber
utama dari agama itu sendiri.[10]
Pribadi Nabi Muhammad adalah contoh yang paling
tepat untuk dijadikan teladan dalam membentuk kepribadian. Begitu juga
sahabat-sahabat Beliau yang selalu berpedoman kepada al-Qur'an dan as-Sunah
dalam kesehariannya.
Beliau
bersabda:
تركت فيكم أمرين لن
تضلّوا ما إن تمسّكتم بهما كتاب الله وسنّة رسوله
Artinya :
Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Nabi
saw bersabda,"telah ku tinggalkan atas kamu sekalian dua perkara, yang
apabila kamu berpegang kepada keduanya, maka tidak akan tersesat, yaitu Kitab
Allah dan sunnah Rasulnya.[11]
Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwa
segala perbuatan atau tindakan manusia apapun bentuknya pada hakekatnya adalah
bermaksud mencapai kebahagiaan, sedangkan untuk mencapai kebahagiaan menurut
sistem moral atau akhlak yang agamis (Islam) dapat dicapai dengan jalan
menuruti perintah Allah yakni dengan menjauhi segala larangannya dan
mengerjakan segala perintahnya, sebagaimana yang tertera dalam pedoman dasar
hidup bagi setiap muslim yakni al-Qur'an dan al-Hadits.
2.
Macam-macam Akhlak
a) Akhlak
Al-Karimah
Akhlak Al-karimah atau akhlak yang mulia sangat
amat jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan
manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu:
·
Akhlak Terhadap Allah
Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan
kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji
demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun tidak akan
menjangkau hakekatnya.
·
Akhlak terhadap Diri Sendiri
Akhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat
diartikan menghargai, menghormati, menyayangi dan menjaga diri sendiri dengan
sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu sebgai ciptaan dan amanah Allah
yang harus dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya.
Contohnya:
Menghindari minuman yang beralkohol, menjaga kesucian jiwa,
hidup
sederhana serta jujur dan hindarkan perbuatan yang tercela.
·
Akhlak terhadap sesama manusia
Manusia adalah makhluk social yang kelanjutan
eksistensinya secara fungsional dan optimal banyak bergantung pada orang lain,
untuk itu, ia perlu bekerjasama dan saling tolong-menolong dengan orang lain.
Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, Karena ia berjasa dalam
ikut serta mendewasaan kita, dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita.
Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan, pertolongan
dan menghargainya.[12]
Jadi, manusia menyaksikan dan menyadari bahwa
Allah telah mengaruniakan kepadanya keutamaan yang tidak dapat terbilang dan
karunia kenikmatan yang tidak bisa dihitung banyaknya, semua itu perlu
disyukurinya dengan berupa berzikir dengan hatinya. Sebaiknya dalm kehidupannya
senantiasa berlaku hidup sopan dan santun menjaga jiwanya agar selalu bersih,
dapat terhindar dari perbuatan dosa, maksiat, sebab jiwa adalah yang terpenting
dan pertama yang harus dijaga dan dipelihara dari hal-hal yang dapat mengotori
dan merusaknya
b) Akhlak
Al-Mazmumah
Akhlak Al-mazmumah (akhlak yang tercela) adalah
sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik seagaimana tersebut di atas.
Dalam ajaran Islam tetap membicarakan secara terperinci dengan tujuan agar
dapat dipahami dengan benar, dan dapat diketahui cara-cara menjauhinya.
Berdasarkan petunjuk ajaran Islam dijumpai
berbagai macam akhlak yang tercela, di antaranya:
·
Berbohong
Ialah memberikan atau menyampaikan informasi
yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
·
Takabur (sombong)
Ialah merasa atau mengaku dirinya besar,
tinggi, mulia, melebihi orang lain. Pendek kata merasa dirinya lebih hebat.
·
Dengki
Ialah rasa atau sikap tidak senang atas
kenikmatan yang diperoleh orang lain.
·
Bakhil atau kikir
Ialah sukar baginya mengurangi sebagian dari
apa yang dimilikinya itu untuk orang lain.
Sebagaimana diuraikan di atas maka akhlak dalam
wujud pengamalannya di bedakan menjadi dua: akhlak terpuji dan akhlak yang
tercela. Jika sesuai dengan perintah Allah dan rasulnya yang kemudian
melahirkan perbuatan yang baik, maka itulah yang dinamakan akhlak yang terpuji,
sedangkan jika ia sesuai dengan apa yang dilarang oleh Allah dan rasulnya dan
melahirkan perbuatan-perbuatan yang buruk, maka itulah yang dinamakan akhlak
yang tercela.
C. Akhlakul Karimah dalam Kehidupan Modern
Saat ini kita berada di tengah pusaran hegemoni media,
revolusi iptek tidak hanya mampu menghadirkan sejumlah kemudahan dan kenyamanan
hidup bagi manusia modern, melainkan juga mengundang serentetan permasalahan
dan kekhawatiran. Teknologi multimedia misalnya, yang berubah begitu cepat
sehingga mampu membuat informasi cepat didapat, kaya isi, tak terbatas
ragamnya, serta lebih mudah dan enak untuk dinikmati. Namun, di balik semua
itu, sangat potensial untuk mengubah cara hidup seseorang, bahkan dengan mudah
dapat merambah ke bilik-bilik keluarga yang semula sarat dengan norma susila .
Kita harus kaya informasi dan tak boleh ketinggalan, jika
tidak mampu dikatakan tertinggal. Tetapi terlalu naif rasanya jika mau
mengorbankan kepribadian hanya untuk mengejar informasi dan hiburan. Disinilah
akhlak harus berbicara, sehingga mampu menyaring “ampas negatif” teknologi dan
menjaring saripati informasi positif.
Dengan otoritas yang ada pada akhlakul karimah, seorang
muslim akan berpegang kuat pada komitmen nilai. Komitmen nilai inilah yang
dijadikan modal dasar pengembangan akhlak, sedangkan fondasi utama sejumlah
komitmen nilai adalah akidah yang kokoh, Akhlak, pada hakekatnya merupakan
manifestasi akidah karena akidah yang kokoh berkorelasi positif dengan akhlakul
karimah.
Mencermati Fenomena aktual di tengah masyarakat kita
dapat memperoleh kesimpulan sementara bahwa sebagian hegemoni media secara
umum, hegemoni televisi terasa lebih memunculkan dampak negatif bagi kultur
masyarakat kita. Tidak dipungkiri adanya dampak positif dalam hal ini, meski
terasa belum seimbang dengan “pengorbanan” yang ada.
Televisi yang sarat muatan hedonistis menebarkan jala
untuk menjaring pemirsa dengan berbagai tayangan yang seronok penuh janji
kenikmatan, keasyikan, dan kesenangan. Belum lagi penayangan film laga yang
berbau darah, atau iklan yang mengeksploitasi aurat. Adanya sekat-sekat kultur
dipandang tidak relevan di era global ini, sehingga sensor dipandang sebagai
sesuatu yang aneh dan tidak diperlukan lagi.Menghadapi fenomena seperti ini
hanya satu tumpuan harapan kita, yakni pendarahdagingan akhlak melalui
keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Adanya fenomena sosial yang muncul dalam beberapa tahun
belakangan ini membutuhkan terapi yang harus dipikirkan bersama. Banyaknya
mall, maraknya hiburan malam, beredarnya minuman keras dan obat terlarang,
munculnya amukan massa merupakan fenomena yang harus dicermati dan dicarikan
solusi. Munculnya mall di kota-kota besar, satu sisi membuat orang betah
berbelanja di ruang-ruang sejuk yang sarat dengan dagangan tertata rapi dan
warna-warni, tetapi disisi lain sebagian mall mulai difungsikan untuk mejeng
bagi ABG dan mencari sasaran “pasangan sesaat” dengan imbalan materi maupun
kepuasan badani. Menghadapi kenyataan ini gerakan bina moral serentak untuk
menanamkan akhlakul karimah serasa tidak dapat ditunda lagi.
Belum lagi munculnya tempat hiburan malam yang dilengkapi
dengan minuman keras serta peredaran obat-obat terlarang yang banyak
menimbulkan korban-korban generasi muda. Menghadapi persoalan ini di samping
perlunya pengawasan orang tua terhadap putera-puterinya di rumah disertai
contoh yang baik dalam berakhlakul karimah, juga diperlukan tindakan represif
dari aparat terkait.
Upaya menumbuhkan-kembangkan akhlakul karimah merupakan
taggung jawab bersama, yakni keluarga, sekolah, pemerintah, dan masyarakat.
Keempat institusi tersebut memiliki tanggung jawab bersama untuk
mendarah-dagingkan akhlakul karimah, terutama di kalangan generasi muda.
Untuk menghindari terulangnya serangkaian peristiwa
amukan tersebut, di samping perlu dicari akar masalahnya dan diselesaikan,
fenomena tersebut hendaknya dijadikan pemicu gerakan pendidikan moralitas
bangsa, dengan menjadikan akhlakul karimah sebagai acuan utama.
Urgensi akhlak semakin terasa jika dikaitkan dengan
maraknya aksi perampokan, penjambretan, penodongan, korupsi, manipulasi, dan
berbagai upaya untuk cepat kaya tanpa kerja keras. Untuk mengatasi semua
kenyataan tersebut tidak cukup hanya dilakukan tindakan represif akan tetapi
harus melalui penanaman akhlakul karimah. Tanpa upaya prefentif, segala bentuk
upaya represif tidak akan mampu menyelesaikan masalah, karena semua pelaku
kejahatan selalu patah tumbuh hilang berganti.
Serangkaian fenomena “miring” tersebut merupakan dampak
negatif dari modernitas yang ada di tengah-tengah kita. Hidup di era global ini
tidak memungkinkan untuk melarikan diri dari kenyataan modernitas. Modernitas
tidak perlu dijauhi, karena kesalahannya tidak terletak pada modernitasnya itu
sendiri, tetapi pada tingkat komitmen nilai dari moralitas bangsa dan umat
dalam merespon arus modernitas yang semakin sulit dibendung.
Di dalam menyongsong kemajuan zaman, bangsa Indonesia
harus memiliki moral kualitas unggul. Bangsa yang unggul dalam perspektif Islam
adalah bangsa yang berakhlakul karimah. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah
Artinya: خير النّاس احسنهم خلقا
“Sesungguhnya yang paling unggul di antara
kamu adalah orang yang paling baik akhlaknya” (H.R. Bukhari).
Bahkan dalam Hadits lain Rasulullah bersabda:
Artinya:
“Yang disebut bagus adalah bagus akhlaknya”.
(H.R. Muslim).
Akhirnya, jelas urgensi pendarah-dagingan akhlak bagi bangsa yang mayoritas Muslim seperti bangsa Indonesia ini.
Akhirnya, jelas urgensi pendarah-dagingan akhlak bagi bangsa yang mayoritas Muslim seperti bangsa Indonesia ini.
BAB III
KESIMPULAN
Ajaran Islam sangat banyak memberikan dorongan
kepada sikap-sikap untuk maju. Kemajuan materi (madiyah) akan terpacu oleh
akhlak manusia yang menggenggam materi tersebut. Akhlak adalah perangai yang
berakar didalam hati sebagai anugerah dari Khalik Maha Pencipta. Adalah satu kenyataan
belaka bahwa makhluk manusia mesti terikat erat dengan Khalik sang Pencipta.
Akhlak adalah jembatan yang mendekatkan makhluk dengan Khaliknya. Menjadi
parameter menilai sempurna atau tidaknya ihsan Muslim itu. Melaksanakan agama
sama artinya dengan ber akhlak sesuai dengan tuntunan agama Islam. Karena itu,
agama bukanlah sebuah beban, melainkan adalah sebuah identitas (ciri, shibgah).
DAFTAR
PUSTAKA
Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf,
( PT. Mitra Cahaya Utama, 2005)
Drs. H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf,
(Bandung: CV Pustaka Setia, 1997)
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003)
Zahruddin AR. Pengantar Ilmu Akhlak,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004)
Departemen Agama Republik Indonesia , Al-Qur'an
dan Terjemah, (Jakarta: CV. Toha Putra
Semarang,
1989)
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta
: CV. Bulan Bintang, , 1975)
Rachmat Djatnika, Akhlak Mulia, (Jakarta
: CV. Pustaka, , 1996)
[1]
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), Bulan Bintang, Jakarta, 1975, hlm. 62
[2]
Rachmat Djatnika, Akhlak Mulia, Pustaka, Jakarta, 1996, hlm.27
[3]
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Raja Grafindo
[4]
Zahruddin AR. Pengantar Ilmu Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004), Cet ke-1, h. 1
[5]
Al-Qur'an dan Terjemah, Departemen Agama Republik Indonesia, (Jakarta: CV. Toha
Putra Semarang, 1989), h. 960
[6]
Zahruddin AR, h. 4
[7]
Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, ( PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet
ke-2, h. 29
[8]
Zahruddin AR, h. 4-5.
[9]
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003), Cet ke-5, h. 147
[10]
Drs. H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997), Cet
ke-2, h. 149
[11]
Drs. H. A. Mustofa,149-150
[12]
Prof. Dr. H. Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, ( PT. Mitra Cahaya Utama, 2005), Cet
ke-2, h.49-57.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar